1 = IDA
2 = RUA
3 = TOLU
4 = HAT
5 = LIMA
6 = NEN
7 = HITU
8 = WALU
9 = SIWI
10 = SANULU
11 = SESINIDA
12 = SESINRUA
13 = SESINTOLU
14 = SESINHAT
15 = SESINLIMA
16 = SESINEN
17 = SESINHITU
18 = SESINWALU
19 = SESINSIWI
20 = RUANULU
30 = TOLUNULU
40 = HATNULU
50 = LIMANULU
60 = NENULU
70 = HITUNULU
80 = WALUNULU
90 = SIWINULU
100 = ATUSIDA
200 = ATUSRUA
900 = ATUSIWI
1000 = RIHUNIDA
2000 = RIHUNRUA
10.000 = RIHUNSANULU
20.000 = RIHUNRUANULU
1.000.000 = BE'INIDA
Lia Tetun bodik ema Tetun iha hori rai sei uluk. Oras ne ema wa'in mak ratene Lia Tetun, tan Lia ne keke lema iha rai Timor laran ktomak. Bimasik iha Fehan, Foho no Rawan rakes rodi lia maliak la manesak mais sura ema Timor ratene tebes lia Tetun. Lia Tetun ne lia ibu di'ak bodik ba klosan, fetora no na'in sira hotu. Mai ita tau neon hodi tatuna Lia Tetun nebe nosi ikus ida mai keta lakon nela ita hotu.
Sabtu, 23 Juni 2012
Sabtu, 19 Mei 2012
NAMA ASLI DARI SUB ETNIS DAWAN MANLEA DI BELU
Setiap bayi yang baru dilahirkan dalam budaya Dawan umumnya belum langsung diberi nama, dan bayi tersebut baru diberi julukan Asteik. Nama ini diberikan kepada bayi tersebut dalam kurun waktu yang sangat bervariasi yaitu berkisar satu bulan hingga dua tahun. Dalam kurun waktu tersebut akan dilakukan proses pemberian nama dengan upacara tertentu.
Dalam konteks budaya Dawan, pemberian nama kepada bayi ditempuh dengan dua jalan yaitu melalui mimpi dan peristiwa khusus yang dialami bayi. Pemberian nama melalui mimpi dapat terjadi pada saat sebelum maupun sesudah bayi lahir. Apabila sebelum bayi lahir dan salah seorang anggota keluarga bermimpi bahwa salah seorang leluhur selalu nampak dalam mimpi maka nama leluhur itulah yang dipakaikan kepada bayi yang bersangkutan menjelang satu minggu atau satu bulan setelah bayi tersebut dilahirkan. Meski demikian apabila selama kehamilan tidak ada mimpi yang mengisyaratkan untuk pemberian nama kepada bayi maka setelah bayi lahir biasanya diberikan kesempatan untuk menemukan nama melalui mimpi.Dalam tenggang waktu ini biasanya sang ibu dan anggota keluarga lainnya selalu berkomunikasi secara adat dengan para leluhur untuk menemukan nama bagi bayi yang dilahirkan.
Cara lain untuk pemberian nama adalah melihat paristiwa yang terjadi pada bayi yang bersangkutan. Peristiwa yang sering terjadi adalah peristiwa bayi tersebut selalu menangis diluar kendali ibunya. Dengan adanya peristiwa seperti ini maka rumpun keluarga sudah mengetahui bahwa para leluhur menghendaki agar bayi tersebut segra diberikan nama. Proses selanjutnya adalah melakukan pemanggilan atau menyebut nama nenek moyang yang diketahui. Apabila nama yang disebut cocok maka seketika itu juga bayi akan berhenti menangis dan nama tertersebut dipakaikan kepada bayi yang bersangkutan.
a.Nama Laki-Laki :
1.Alos,
2. Asa ***),
3.Bau ***),
4.Berek **),
5.Bian,
6.Bria **),
7.Etan,
8.Fahik **),
9.Klau **),
10.Fatin,
11.Kabosu,
12.Keru,
13.Kiik,
14.Kono,
15.Lau,
16.Manek *),
17.Mau *),
18.Metom,
19.Molo,
20.Neno,
21.Rae,
22.Riu,
23.Seran **),
24.Sole,
25.Susar,
26.Tae *),
27.Teku
28.Un.
b Sedangkan nama-nama untuk perempuan :
1.Abuk **),
2.Aek **),
3.Bano **),
4.Bete,
5.Bubu,
6.Eno,
7.Funan,
8.Kole,
9.Niis,
10.Roman,
11.Tai,
12.Tuku
13Uruk.
Ket. *) Nama yang diadopsi dari suku Bunaq atau Kemak
**) Nama yang diadopsi dari suku Fehan
***) Nama yang diadopsi dari suku Fehan, Kemak maupun Bunaq
a.Nama Laki-Laki :
1.Alos,
2. Asa ***),
3.Bau ***),
4.Berek **),
5.Bian,
6.Bria **),
7.Etan,
8.Fahik **),
9.Klau **),
10.Fatin,
11.Kabosu,
12.Keru,
13.Kiik,
14.Kono,
15.Lau,
16.Manek *),
17.Mau *),
18.Metom,
19.Molo,
20.Neno,
21.Rae,
22.Riu,
23.Seran **),
24.Sole,
25.Susar,
26.Tae *),
27.Teku
28.Un.
b Sedangkan nama-nama untuk perempuan :
1.Abuk **),
2.Aek **),
3.Bano **),
4.Bete,
5.Bubu,
6.Eno,
7.Funan,
8.Kole,
9.Niis,
10.Roman,
11.Tai,
12.Tuku
13Uruk.
Ket. *) Nama yang diadopsi dari suku Bunaq atau Kemak
**) Nama yang diadopsi dari suku Fehan
***) Nama yang diadopsi dari suku Fehan, Kemak maupun Bunaq
Jumat, 18 Mei 2012
NAMA ASLI DARI SUB ETNIS KEMAK DI BELU
Dalam konteks budaya Kemak dikenal berbagai macam nama, dan nama tersebut merupakan nama warisan nenek moyang. Nama suku Kemak seperti suku-suku lain di Belu, dimana nama merupakan nama warisan nenek moyang. Dengan demikian meski nama merupakan ciri khas bangsa Kemak tetapi tidak menjadi marga seperti halnya di Batak dikenal suku sianipar, suku Sihombing dan sebagainya.
Proses pemerian nama bagi seorang anak yang baru dilahirkan dalam suku Kemak biasanya didahului dengan beberapa acara adat. Hal ini dimaksudkan agar nama yang diberikan kepada anak tersebut tidak mendatangkan kesulitan bagi anak yang bersangkutan. Apabila nama yang diberikan ternyata salah maka biasanya ditandai dengan anak tersebut selalu menangis. Untuk mengatasi kondisi seperti ini maka proses pemberian nama kepada anak biasanya ditempuh dengan cara pemberian susu kepada anak dengan upacara tertentu. Apabila setelah upacara adat dilakukan dan ternyata anak tersebut menyusui ASI ibunya maka dianggap nama tersebut cocok bagi anak yang bersangkutan dan tidak akan membawa kesulitan bagi anak yang bersangkutan setelah dewasa. Meski demikian apabila nama yang diberikan ternyata salah maka anak yang bersangkutan tidak akan menyusui ASI ibunya dan oleh karena itu diberi nama lain dan seterusnya hingga anak tersebut bisa menyusui ASI ibunya.
Upacara tersebut biasanya didahului dengan mendata seluruh nama nenek moyang yang ada untuk kemudian secara berturut diberikan kepada anak yang bersangkutan sebagai pencocokan. Apabila dianatara nama yang telah disiapkan ternyata cocok maka anak tersebut bisa langsung menyusui ibunya dan pada saat itu acara pemberian nama telah selesai. Apabila dari daftar nama yang disiapkan ternyata tidak ada yang cocok maka biasanya ditempuh dengan pembuatan uapacara “afuan” untuk mencari tahu nama yang sebenarnya.
Untuk melakukan acara tersebut biasanya dibutuhkan seorang tua adat yang memiliki kemampuan untuk berbicara dengan roh para leluhur. Biasanya dalam acara tersebut akan langsung dilihat oleh tua ada yang bersangkutan siapa nama sebenarnya untuk diberikan kepada anak tersebut. Hal ini umumnya jarang salah karena menurut kepercayaan bahwa nama tersebut diberikan langsung oleh roh nenek moyang yang ingin namanya dipakai oleh anak yang bersangkutan.
A.Nama Laki-Laki:
1.Asa Bere,
2.Asa Lae,
3.Ati Bili,
4.Bere Aton,
5.Bere Leki,
6.Bere Mau,
7.Bere Tai,
8.Bili Mau,
9.Buru Bara,
10.Kai Tanu,
11.Koli Bau,
12.Lelo Mali,
13.Mali Dao,
14.Mau Bili,
15.Mau Kura,
16.Mau Kuru,
17. Mau Lesu,
18.Mau Leto,
19.Mau Loko,
20.Mau Meta,
21.Mau Pelu,
22.Mau Pelun,
23.Nai Bere,
24.Nai Buti,
25.Nai Kei,
26.Nai Siri,
27.Suli Mau dan
28.Talae.
B.Sedangkan nama untuk perempuan adalah :
1.Abu Lesu,
2.Bui Bere,
3.Bui Buti,
3.Bui Kau,
4.Bui Klai,
5.Bui Mau,
6.Bui Rai,
7.Ili Dasi,
8.Kai Bui,
9.Kai Buti,
10.Soi Bere,
11.Kai Dau,
12.Kai Lou,
13.Kai Seli,
14.Soi Lulu,
15.Sosi Mau,
16.Sose Laku dan
17.Sose Mali
Dari daftar di atas diketahui bahwa nama bagi suku Kemak sangat penting dalam kehidupan adat sehari-hari. Ciri khas nama adaat suku Kemak adalah terdiri dari dua suku kata dan biasanya selalu bergandengan. Inilah ciri khas nama yang dapat berbeda dengan suku lain di Kabupaten Belu, karena suku lain seperti suku Tetum, suku Bunaq dan suku Manlea hanya terdiri dari satu suku kata saja. Seperti suku lain, Suku Kemak juga menyiapkan nama secara khusus bagi laki-laki dan perempuan. Adapun daftar nama secara lengkap seperti tertera pada Tabel 4 diatas (Sumber : Maubere Frans, 21 Nopember 2008). Dari Tabel tersebut diketahui bahwa jumlah nama yang disiapkan untuk kaum perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan kaum laki-laki dan hal ini ditemui juga pada suku Tetum, Bunag dan Dawan Manlea.
A.Nama Laki-Laki:
1.Asa Bere,
2.Asa Lae,
3.Ati Bili,
4.Bere Aton,
5.Bere Leki,
6.Bere Mau,
7.Bere Tai,
8.Bili Mau,
9.Buru Bara,
10.Kai Tanu,
11.Koli Bau,
12.Lelo Mali,
13.Mali Dao,
14.Mau Bili,
15.Mau Kura,
16.Mau Kuru,
17. Mau Lesu,
18.Mau Leto,
19.Mau Loko,
20.Mau Meta,
21.Mau Pelu,
22.Mau Pelun,
23.Nai Bere,
24.Nai Buti,
25.Nai Kei,
26.Nai Siri,
27.Suli Mau dan
28.Talae.
B.Sedangkan nama untuk perempuan adalah :
1.Abu Lesu,
2.Bui Bere,
3.Bui Buti,
3.Bui Kau,
4.Bui Klai,
5.Bui Mau,
6.Bui Rai,
7.Ili Dasi,
8.Kai Bui,
9.Kai Buti,
10.Soi Bere,
11.Kai Dau,
12.Kai Lou,
13.Kai Seli,
14.Soi Lulu,
15.Sosi Mau,
16.Sose Laku dan
17.Sose Mali
Dari daftar di atas diketahui bahwa nama bagi suku Kemak sangat penting dalam kehidupan adat sehari-hari. Ciri khas nama adaat suku Kemak adalah terdiri dari dua suku kata dan biasanya selalu bergandengan. Inilah ciri khas nama yang dapat berbeda dengan suku lain di Kabupaten Belu, karena suku lain seperti suku Tetum, suku Bunaq dan suku Manlea hanya terdiri dari satu suku kata saja. Seperti suku lain, Suku Kemak juga menyiapkan nama secara khusus bagi laki-laki dan perempuan. Adapun daftar nama secara lengkap seperti tertera pada Tabel 4 diatas (Sumber : Maubere Frans, 21 Nopember 2008). Dari Tabel tersebut diketahui bahwa jumlah nama yang disiapkan untuk kaum perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan kaum laki-laki dan hal ini ditemui juga pada suku Tetum, Bunag dan Dawan Manlea.
NAMA ASLI DARI SUB ETNIS BUNAQ DI BELU
Seperti halnya sub etnis Fehan, sub etnis Bunaq juga memiliki beberapa nama asli yang bila disebutkan maka orang tahu dari mana asal pemilik nama tersebut. Adapun sub etnis Bunaq memilNama Dalam Konteks Budaya Bunaq memilik beberapa nama asli yang dibagi atas laki-laki dan perempuan. Nama-nama tersebut sebagi berikut :
A.Nama Laki-Laki :
(1)Asa,
(2)Aton,
(3)Bau,
(4)Bauk,
(5)Bele,
(6)Berek,
(7)Bere,
(8)Hale,
(9)Halek,
(10)Kai,
(11)Kali,
(12)Koi,
(13)Koli,
(14)Laku,
(15)Lau,
(16)Leki*,
(17)Lelo,
(18)Lesu,
(19)Leto,
(20)Loe,
(21)Loi,
(22)Luan,
(23)Mali,
(24)Mau,
(25)Mauk,
(26)Moruk,
(27)Rin,
(28)Siri,
(29)Suri,
(30)Tae,
(31)Taek,
(32)Mura dan
(33)Talo.
Sedangkan nama untuk perempuan Adalah :
(1)Aba,
(2)Abuk*,
(3)Bui,
(4)Buik,
(5)Ikun,
(6)Koe,
(7)Kolo,
(8)Motu,
(9)Olo,
(10)Pou,
(11)Soi,
(12)Sose,
(13)Uju dan
(14)Uka.
Ket. *) = Nama-nama yang juga ada pada suku Tetum, Kemak dan Dawan
A.Nama Laki-Laki :
(1)Asa,
(2)Aton,
(3)Bau,
(4)Bauk,
(5)Bele,
(6)Berek,
(7)Bere,
(8)Hale,
(9)Halek,
(10)Kai,
(11)Kali,
(12)Koi,
(13)Koli,
(14)Laku,
(15)Lau,
(16)Leki*,
(17)Lelo,
(18)Lesu,
(19)Leto,
(20)Loe,
(21)Loi,
(22)Luan,
(23)Mali,
(24)Mau,
(25)Mauk,
(26)Moruk,
(27)Rin,
(28)Siri,
(29)Suri,
(30)Tae,
(31)Taek,
(32)Mura dan
(33)Talo.
Sedangkan nama untuk perempuan Adalah :
(1)Aba,
(2)Abuk*,
(3)Bui,
(4)Buik,
(5)Ikun,
(6)Koe,
(7)Kolo,
(8)Motu,
(9)Olo,
(10)Pou,
(11)Soi,
(12)Sose,
(13)Uju dan
(14)Uka.
Ket. *) = Nama-nama yang juga ada pada suku Tetum, Kemak dan Dawan
NAMA ASLI DARI SUB ETNIS FEHAN DI BELU
A. Nama Dalam Konteks Budaya Tetum
Sesungguhnya suku Tetum ini tersebar hampir menyelimuti seluruh Kabupaten Belu dan oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari dikenal ada dua jenis suku Tetum yaitu Tetum Fehan dan Tetum Foho. Meski demikian dalam bahasan ini hanya diketengahkan suku Tetum Fehan saja. Hal ini karena suku Tetum Fehan yang mamiliki ciri khas pemberian nama bagi setiap anak yang baru dilahirkan sedangkan suku Tetum Foho belum banyak dipelajari tentang cara pemeberian nama bagi anak. Hal ini karena nama bagi suku Tetum Foho sudah termasuk pemberian nama bagi suku Bunaq dan Kemak yang akan dibahas pada sub judul tersendiri.
Pemberian nama bagi masyarakat berbudaya Tetum Fehan dipilah menjadi dua bagian besar yaitu nama khusus untuk anak laki-laki dan nama khusus untuk anak perempuan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi tempat yang sangat khusus bagi kaum laki-laki dan perempuan dan menghargai kekhasan setiap orang baik itu laki-laki maupun perempuan. Ini menunjukan bahwa masyarakat berbudaya Tetum Fehan sangat menghargai pribadi setiap orang melalui pemberian nama yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan. Pemberian nama berbeda antara perempuan dan laki-laki ini dimaksudkan untuk membedakan jenis kelamin yang dimiliki oleh setiap orang yang lahir dari budaya dimaksud. Dengan demikian apabila terbaca nama seseorang seperti Seran maka para pembaca sudah jelas mengetahui bahwa itu adalah anak atau orang yang berjenis kelamin laki-laki, sedangkan apabila dalam membaca ternyata ditemukan nama seperti Luruk maka itu sudah menjadi pasti bahwa pemilik nama tersebut adalah seorang perempuan.
Dalam banyak hal terutama dalam zaman modern ini hampir pasti tidak dapat dibedakan antara nama perempuan dan nama laki-laki. Ada kecenderungan besar untuk memberikan nama laki-laki kepada perempuan dan tidak pernah memberikan nama perempuan kepada laki-laki. Ini menunjukan bahwa sesungguhnya pada zaman modern telah menempatkan manusia laki-laki lebih berperan dan dihargai daripada pihak perempuan. Hal semacam ini dapat kita temukan dalam kehidupan harian kita. Biasanya Apabila ayah memiliki nama marga Nahak maka seluruh anaknya diberi nama marga Nahak, tidak ditemukan nama anak diberi berdasarkan nama perempuan atau ibunya. Ini menunjukan bahwa degradasi terhadap budaya lokal sudah sangat parah dan tidak mustahil akan hilang dalam waktu yang tidak terlalau lama. Patut diketahui bahwa nama terakhir dari nama seseorang dalam zaman modern ini merupakan nama marga dari bapaknya,sehingga nama khusus perempuan hampir tidak ditemukan lagi. Adapun daftar nama masyarakat berbudaya Tetum Fehan dapat dilihat sebagai berikut ini.
Nama Laki-Laki :
(1) Asa,
(2) Atok,
(3) Bau
(4) Bauk*,
(5) Bere,
(6) Berek,
(7) Bria,
(8) Fahik*,
(9) Klau,
(10) Laka,
(11) Nahak,
(12) Seran,
(13) Tae,
(14) Taek*,
(15) Tahu,
(16) Tahuk,
(17) Lekik,
(18) Leki dan
(19) Tutu.
Sedangkan nama asli untuk perempuan sebagai berikut :
(1) Abuk*,
(2) Aek,
(3) Bano,
(4) Bita,
(5) Ho'ar,
(6) Lubu,
(7) Luruk,
(8) Namok,
(9) Rika,
(10) Seuk,
(11) Telik,
(12) Uduk,
(14) Balok dan
(15) Rohan.
Keterangan : *)= Nama-nama yang juga ada pada suku Bunaq, Kemak dan Dawan
Nama Laki-Laki :
(1) Asa,
(2) Atok,
(3) Bau
(4) Bauk*,
(5) Bere,
(6) Berek,
(7) Bria,
(8) Fahik*,
(9) Klau,
(10) Laka,
(11) Nahak,
(12) Seran,
(13) Tae,
(14) Taek*,
(15) Tahu,
(16) Tahuk,
(17) Lekik,
(18) Leki dan
(19) Tutu.
Sedangkan nama asli untuk perempuan sebagai berikut :
(1) Abuk*,
(2) Aek,
(3) Bano,
(4) Bita,
(5) Ho'ar,
(6) Lubu,
(7) Luruk,
(8) Namok,
(9) Rika,
(10) Seuk,
(11) Telik,
(12) Uduk,
(14) Balok dan
(15) Rohan.
Keterangan : *)= Nama-nama yang juga ada pada suku Bunaq, Kemak dan Dawan
KAMUS PLUS TETUN INDONESIA-INDONESIA TETUN
Bahasa Tetun merupakan salah satu bahasa daerah yang dipakai mayoritas masyarakat Kabupaten Belu bahkan di daratan Pulau Timor sejak dulu. Meski demikian arus globalisasi saat ini telah berpengaruh besar terhadap penggunaannya. Hal ini terlihat dari intensitas penggunaan hariannya makin berkurang dan hampir dipastikan sangat jarang dipakai oleh penuturnya khususnya kaum muda. Memang ada beberapa alasan mengapa terjadi demikian, hal ini telah diuraikan dalam kata pengantar buku Kamus Tetun yang ditulis saudara Yustinus Nahak. Adapun tujuan penulisan kamus ini adalah untuk melestrikan bahasa Tetun tersebut. Uraian tentang buku kamus dimaksud sebagai berikut :
Judul : KAMUS PLUS TETUN INDONESIA-INDONESIA TETUN
Penulis : Yustinus Nahak
Penerbit : CV.Sumber Rejeki Leveransir Atambua
Tebal : 271 halaman
ISBN : 978-602-95486-00
Judul : KAMUS PLUS TETUN INDONESIA-INDONESIA TETUN
Penulis : Yustinus Nahak
Penerbit : CV.Sumber Rejeki Leveransir Atambua
Tebal : 271 halaman
ISBN : 978-602-95486-00
Sabtu, 16 April 2011
ASAL KATA NAMA KALI BENINAI
Kali Beninai merupakan kali atau sungai terbesar di daratan pulau Timor. Hulu sungai ini terletak di gunung Mutis (tinggi 2.427 meter dari permukaan laut) dan bermuara di laut Timor tepatnya di Teluk Maubesi atau dalam sejarah tentang Timor sering disebut Teluk Wetoh. Gunung Mutis terletak memanjang dari daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) ke Timor Tengah Selatan (TTS). Dengan demikian gunung ini dapat diklaim sebagian milik TTU dan sebagian milik TTS. Lebih dari 90% sungai-sungai kecil di daratan Timor bermuara pada sungai Beninai dan oleh karena itu sungai ini sering membawa bencana Banjir hampir setiap tahun bagi para penduduk yang bermukim di sepanjang muaranya.
Tercatat pada pertengahan Mei tahun 2000 terjadi bencana banjir bandang yang merusak harta benda dan bahkan 130 orang merenggang nyawa karena terseret arus banjir yang besar dan deras. Sebagian besar korban meninggal berasal dari warga pengungsi dari Timor-Timur yang pada saat eksodus 1999 bermukim di sepanjang sungai Beninani. Taksasi kerugian pada saat itu lebih dari Rp 20 M.
Sungai ini memiliki nama yang menurut para penutur adat memiliki pengertian yang sakral. Ada tiga versi nama yang selama ini diperbincangkan. Nama pertama adalah BENINAI. Menurut para penutur adat, nama BENINAI berasal dari kata BEI artinya nenek/kakek dan NAI artinya raja. Tetapi kemudian mengalami perubahan akibat ucapan lidah orang Tetun Fehan sehingga akhirnya kedua kata tersebut digabung atau diucap gabung menjadi BENINAI. Dengan demikian akhirnya sungai itu dikenal dengan nama BENINAI. Mengapa orang Belu khususnya orang di FEHAN menyebut sungai itu dengan BENINAI? Hal ini karena ada sifat masyarakat Fehan yang sangat taat dan hormat terhadap alam air diwaktu dulu. Ada kepercayaan bahwa apabila nama itu diucap sembarang atau tidak dengan hormat maka setiap orang yang melakukan itu akan dihanyutkan sungai itu.
Versi kedua mengatakan bahwa nama sungai BENINAI berasal dari kata BENAT artinya berjalan (mengalir) ke sembarang arah dan RAI artinya tanah. Jadi BENATRAI artinya yang berjalan ke arah sembarang atau yang mengalir ke arah sembarang. Hal ini terjadi karena pada awal mula terbentuknya sungai itu belum ada alur air. Dengan demikian air mengalir sembarang ke seluruh arah diatas permukaan tanah, akibatnya saat banjir terlihat bahwa air sungai ini mengalir keseluruh arah penjuru menuju laut dan menghanyutkan apa saja yang menghalangi perjalanannya. Itulah BENAT RAI artinya mengalir ke semua arah.
Versi ketiga mengatakan bahwa nama sungai itu adalah BENANAIN. Nama ini berasal dari kata BENA yaitu nama sebuah daerah di Timor Tengah Selatan dan NAIN artinya raja atau tuan. Dengan demikian nama BENANAIN artinya raja dari Bena atau Tuan dari Bena. Konon hulu sungai ini berasal dari BENA sehingga untuk penghormatan para penduduk terhadap alam air maka mereka menyebutnya BENANAIN, untuk menghindari diri dari amukan bencana banjir dari sungai ini.
Tercatat pada pertengahan Mei tahun 2000 terjadi bencana banjir bandang yang merusak harta benda dan bahkan 130 orang merenggang nyawa karena terseret arus banjir yang besar dan deras. Sebagian besar korban meninggal berasal dari warga pengungsi dari Timor-Timur yang pada saat eksodus 1999 bermukim di sepanjang sungai Beninani. Taksasi kerugian pada saat itu lebih dari Rp 20 M.
Sungai ini memiliki nama yang menurut para penutur adat memiliki pengertian yang sakral. Ada tiga versi nama yang selama ini diperbincangkan. Nama pertama adalah BENINAI. Menurut para penutur adat, nama BENINAI berasal dari kata BEI artinya nenek/kakek dan NAI artinya raja. Tetapi kemudian mengalami perubahan akibat ucapan lidah orang Tetun Fehan sehingga akhirnya kedua kata tersebut digabung atau diucap gabung menjadi BENINAI. Dengan demikian akhirnya sungai itu dikenal dengan nama BENINAI. Mengapa orang Belu khususnya orang di FEHAN menyebut sungai itu dengan BENINAI? Hal ini karena ada sifat masyarakat Fehan yang sangat taat dan hormat terhadap alam air diwaktu dulu. Ada kepercayaan bahwa apabila nama itu diucap sembarang atau tidak dengan hormat maka setiap orang yang melakukan itu akan dihanyutkan sungai itu.
Versi kedua mengatakan bahwa nama sungai BENINAI berasal dari kata BENAT artinya berjalan (mengalir) ke sembarang arah dan RAI artinya tanah. Jadi BENATRAI artinya yang berjalan ke arah sembarang atau yang mengalir ke arah sembarang. Hal ini terjadi karena pada awal mula terbentuknya sungai itu belum ada alur air. Dengan demikian air mengalir sembarang ke seluruh arah diatas permukaan tanah, akibatnya saat banjir terlihat bahwa air sungai ini mengalir keseluruh arah penjuru menuju laut dan menghanyutkan apa saja yang menghalangi perjalanannya. Itulah BENAT RAI artinya mengalir ke semua arah.
Versi ketiga mengatakan bahwa nama sungai itu adalah BENANAIN. Nama ini berasal dari kata BENA yaitu nama sebuah daerah di Timor Tengah Selatan dan NAIN artinya raja atau tuan. Dengan demikian nama BENANAIN artinya raja dari Bena atau Tuan dari Bena. Konon hulu sungai ini berasal dari BENA sehingga untuk penghormatan para penduduk terhadap alam air maka mereka menyebutnya BENANAIN, untuk menghindari diri dari amukan bencana banjir dari sungai ini.
Langganan:
Postingan (Atom)